Lebih dari Sekedar Mengajar

Posted on

Sebagai seorang yang pernah mengajar langsung di dalam kelas, saya menyadari bahwa ada suatu hal yang hilang dari murid-murid saya. Ya, identitas. Sebuah benda yang sudah begitu lama absen dari dalam hati dan pikiran siswa. Apa identitas yang mereka hilangkan? Tidak lain dan tidak bukan adalah identitas budi pekerti mereka sebagai siswa.

Ketika mengajar anak-anak di SMP, tidak jarang saya menemukan anak merokok (di luar jam sekolah), berkata kasar, bahkan mencoba mencoba melawan guru mereka sendiri. Mungkin itu biasa, tetapi kalau sudah menyentuh level ‘terlalu sering’, saya pikir itu perlu dihilangkan.

Inilah yang harus dimaknai sebagai tugas guru. Sebaiknya kita lebih dari sekedar mengajarkan metode pengerjaan soal atau teknik menghafal yang baik agar lulus ujian. Sudah seharusnya guru menjadi pendidik mental dan moral siswa untuk menjadi lebih baik kedepannya. Seorang guru patut sadar bahwa apa yang dilakukan oleh siswa di hari ini, akan sangat berdampak pada masa depan mereka.

Aturan

Lalu, bagaimana kita sebagai seorang guru bersikap? Sama-sama yuk kita belajar dari studi kasus ini. Di Inggris, saat orang-orang menonton sepak bola, mereka bisa duduk diam padahal jarak bangku penonton dengan lapangan sangatlah dekat. Tentu kedekatan jarak tersebut bisa memperngaruhi sisi emosional mereka lebih dalam. Bayangkan ketika pemain lawan melakukan selebrasi Goal langsung di hadapan mereka, logikanya itu bisa menyulut emosi dan membuat penonton bertindak kasar. Tetapi hal yang ditakutkan sangat-sangat jarang terjadi!

Salah satu pencegahnya adalah aturan yang sangat kuat. Sangsi tegas bisa diberikan kepada orang yang berbuat onar. Tidak peduli siapa dan berapa orang yang berbuat onar, semuanya harus dihukum. Aturan gamblang tersebut terbukti membuat pentonton pertandingan merasa takut dan tidak ingin berbuat hal-hal yang dilarang.

Beda halnya dengan aturan di sebuah Negara (saya tidak bilang Indonesia) yang belum menetapkan aturan dengan setegas-tegasnya dan sekuat-kuatnya. Bukan hal yang asing apabila kita melihat kerusuhan massal akibat sepak bola. Pemain lawan atau wasit menjadi sasaran amuk penonton bahkan menjadi salah satu bagian yang  seru dalam pertandingan.

Back to the first case, mendidik siswa harus kompak dan tegas. Semua guru terlibat dan jika ada siswa yang benar-benar keterlaluan, misalnya sering merokok, berkelahi, dan berusaha menjadi preman di sekolahnya, siswa seperti ini harus benar-benar dikeluarkan dari sekolah. Tidak ada jalan tengah, tidak ada pembatas yang samar-samar, semua harus jelas tanpa ampun!

Kenakalan siswa bukan hanya berdampak pada siswa itu sendiri, namun lebih daripada itu. Kenakalan tersebut bisa berpengaruh sangat buruk kepada teman-teman lainnya. Berapa banyak siswa yang merasa risi dan terganggu akibat ulah siswa-siswa nakal tersebut? Realita yang saya lihat di sekolah, sangat banyak siswa yang terganggu akibat ulah teman-teman mereka yang badung.

Pendidikan Budi Pekerti

Selain aturan yang benar-benar tegas, hal kedua yang harus kita perhatikan adalah pendidikan budi pekerti. Tidak layak apabila pengajar datang ke kelas hanya membawa segudang materi tanpa memberikan pengarahan-pengarahan sikap kepada siswa.

Jadikan pendidikan budi pekerti sebagai elemen yang harus diberikan dalam setiap sesi pembelajaran. Luangkan sedikit waktu untuk mendidik siswa serta menyadarkan mereka betapa pentingnya moral yang baik dimanapun dan kapanpun mereka berada.

Guru harus belajar menjadi motivator dan trainer moral bagi siswa-siswa mereka. Karena adalah buruk apabila siswa hanya mengerti pendidikan akademis saja namun tingkat kesopanan mereka kurang.

Mari kita jadikan siswa sebagai seorang anak yang bermartabat dan bermental masa depan yang baik. Ciptakan pendidikan agama, moral, serta akademis yang seimbang baik di dalam maupun di luar kelas.

Respect

Beberapa dari benang merah kenakalan siswa bisa jadi begini: seorang siswa merasa kurang dihormati oleh gurunya sendiri padahal mereka juga punya potensi. Salah satu contohnya, siswa yang tidak pintar matematika, bahasa Inggris, fisika, dan kimia cenderung dianggap sebagai anak bodoh.

Padahal di luar sana, mereka punya bakat yang baik di bidang sepakbola. Karena merasa tidak dihargai; siswa berontak. Kita tahu bukan bagaimana sulitnya jika siswa sudah membelot?

Hormati siswa siapapun mereka dan gali potensi mereka. Jangan menganggap mereka bodoh, semua siswa pintar. Justru kita yang bodoh apabila tidak bisa mengajar dan mendidik mereka.

Good Luck!